Bagaimana Penerapan Pancasila pada Masa Orde Baru?

Bagaimana Penerapan Pancasila pada Masa Orde Baru?

Pada masa Orde Baru, Pancasila diangkat sebagai ideologi tunggal yang mendasari setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto mengklaim bahwa Pancasila adalah pedoman hidup bangsa Indonesia.

Untuk itu, berbagai kebijakan dan program dirancang dengan tujuan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat. Namun, dalam pelaksanaannya, penerapan Pancasila sering kali lebih bersifat formalistik dan bertujuan melanggengkan kekuasaan dibandingkan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Cara Penerapan Pancasila

Terdapat beberapa cara penerapan pancasila pada masa orde baru yang ditempuh pemerintah dalam bentuk upaya-upaya yang telah dijabarkan berikut ini.

1. Program P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)

Program ini merupakan upaya pemerintah untuk menanamkan ideologi Pancasila kepada masyarakat, terutama generasi muda. Melalui P4, siswa di sekolah-sekolah diwajibkan mengikuti penataran yang menekankan pentingnya memahami dan mengamalkan Pancasila. Sayangnya, program ini sering kali dipandang sebagai alat doktrinasi yang lebih menekankan kepatuhan kepada pemerintah daripada pemahaman kritis terhadap nilai-nilai Pancasila.

2. Asas Tunggal Pancasila

Pada tahun 1985, pemerintah menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal yang wajib diadopsi oleh seluruh partai politik dan organisasi masyarakat. Kebijakan ini bertujuan untuk menghindari konflik ideologis yang dapat memecah belah bangsa. Namun, penetapan asas tunggal ini juga digunakan untuk menekan kebebasan berorganisasi dan membungkam suara-suara yang berbeda dengan pemerintah.

3. Sistem Demokrasi Pancasila

Dengan dalih menerapkan demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, pemerintah Orde Baru melakukan penyederhanaan partai politik menjadi tiga partai saja, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Golongan Karya (Golkar). Langkah ini mengurangi keragaman politik dan memusatkan kekuasaan di tangan Golkar, yang merupakan kendaraan politik pemerintah.

4. Gotong Royong sebagai Nilai Utama

Pemerintah menggalakkan semangat gotong royong sebagai implementasi sila ketiga Pancasila, terutama dalam pembangunan ekonomi dan sosial. Program-program pembangunan sering kali menuntut partisipasi masyarakat melalui kerja bakti dan kontribusi tenaga. Namun, gotong royong ini terkadang lebih dirasakan sebagai kewajiban daripada bentuk solidaritas sukarela.

5. Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila diwajibkan di setiap jenjang pendidikan sebagai bagian dari kurikulum nasional. Tujuannya adalah menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini. Namun, pendekatan yang terlalu formal sering kali membuat pendidikan Pancasila terasa membosankan dan kehilangan relevansi dalam kehidupan sehari-hari.

6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)

Melalui Repelita, pemerintah merancang pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan semangat Pancasila. Program ini fokus pada pembangunan ekonomi, infrastruktur, dan modernisasi berbagai sektor. Namun, pelaksanaannya sering tidak merata dan lebih menguntungkan pusat dibandingkan daerah.

Dampak Penerapan Pancasila pada Masa Orde Baru

Meskipun pemerintah mengklaim bahwa kebijakan-kebijakan tersebut bertujuan mewujudkan nilai-nilai Pancasila, kenyataannya banyak aspek yang bertentangan dengan esensi Pancasila. Berikut beberapa dampak negatif yang muncul:

1. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)

Nilai keadilan sosial yang terkandung dalam sila kelima Pancasila tercoreng oleh praktik KKN yang merajalela. Kekuasaan yang terpusat memungkinkan para pejabat menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.

2. Penegakan Hukum yang Lemah

Prinsip negara hukum yang terkandung dalam sila keempat Pancasila tidak terealisasi dengan baik. Penegakan hukum sering kali berpihak kepada mereka yang berkuasa, sehingga masyarakat kecil sulit mendapatkan keadilan.

3. Hilangnya Potensi Demokrasi

Demokrasi Pancasila yang didefinisikan oleh pemerintah justru menjadi alat untuk membungkam oposisi dan mengurangi kebebasan politik. Pemilu yang berlangsung pada masa Orde Baru lebih sering dianggap sebagai formalitas karena hasilnya sudah dapat diprediksi.

4. Kesenjangan Antara Pusat dan Daerah

Pembangunan yang terfokus di pusat menyebabkan ketimpangan yang tajam antara daerah dan pusat. Banyak daerah yang tertinggal dalam pembangunan ekonomi dan infrastruktur, bertentangan dengan semangat persatuan dan keadilan sosial.

Kesimpulan

Penerapan Pancasila pada masa Orde Baru menunjukkan kontradiksi antara retorika dan realitas. Di satu sisi, Pancasila dijadikan landasan ideologi bangsa, tetapi di sisi lain, pelaksanaannya sering kali digunakan untuk memperkuat otoritarianisme dan mengabaikan nilai-nilai fundamental seperti keadilan, demokrasi, dan persatuan. Masa ini menjadi pelajaran penting bahwa penerapan nilai-nilai Pancasila harus disertai dengan komitmen terhadap prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya, bukan sekadar menjadi alat legitimasi kekuasaan.

Back To Top